Mengenal Amrus Natalsya: Seniman Indonesia dengan Gaya Revolutionary Realism

Amrus Natalsya, seniman Indonesia, lahir pada 21 Oktober 1933, di Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 1954, ia memulai pendidikan seni di ASRI Yogyakarta dan sejak saat itu mulai menghasilkan karya patung dan lukisan yang menakjubkan. Dalam perjalanan kreatifnya, Amrus dikenal karena gaya uniknya yang menggabungkan teknik memahat dan membentuk patung dengan elemen khas Batak, ditambah dengan sentuhan “revolutionary realism”. Tema sosial dan kesulitan kehidupan sehari-hari seringkali menjadi fokus karya-karya Amrus.

Gaya Seni yang Unik: Kombinasi Memahat dan Membentuk dengan Sentuhan Batak

Gaya seni yang digunakan oleh Amrus Natalsya dinilai sangat unik. Dalam karyanya, ia menggabungkan teknik memahat dan membentuk patung yang menghasilkan karya yang memukau. Elemen-elemen tradisional Batak juga menjadi bagian penting dalam karya-karya Amrus. Melalui penggunaan teknik ini, Amrus mampu menciptakan karya-karya yang berbeda dan menarik perhatian banyak pengamat seni.

Pengangkatan Karya oleh Presiden Soekarno dan Pameran Awal

Pada tahun 1955, patung pertama Amrus yang berjudul ‘Orang Buta yang Terlupakan’ berhasil dibeli oleh Presiden Soekarno saat dipamerkan dalam “LUSTRUM Pertama Asri” di Sono Budoyo, Yogyakarta. Keberhasilan ini memberikan pengakuan awal atas bakat seni yang dimiliki oleh Amrus. Tidak hanya itu, Presiden Soekarno juga menjadi kolektor karya-karya Amrus lainnya, termasuk karya yang berjudul “Kawan-kawanku”. Kesuksesan ini membawa Amrus semakin dikenal dan karya-karyanya sering dipamerkan dalam berbagai pameran seni, baik di dalam maupun di luar negeri.

Perjalanan Seni dan Sanggar Bumi Tarung

Pada tahun 1961, Amrus Natalsya bersama beberapa seniman lain dari ASRI, seperti Isa Hasanda, Misbach Thamrin, dan Joko Pekik, mendirikan Lembaga Seni bernama Sanggar Bumi Tarung. Sanggar ini berada di bawah naungan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang memiliki hubungan erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keterlibatan Amrus dalam Sanggar Bumi Tarung memberikan pengaruh besar dalam perkembangan seni di Indonesia pada masa itu.

Tahanan Politik dan Kesulitan Setelah Reformasi

Karena keterlibatannya dalam Sanggar Bumi Tarung yang terkait dengan PKI, Amrus menjadi tahanan politik pada periode 1968-1973. Hal ini membuatnya kesulitan untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni selama beberapa waktu. Setelah Reformasi pada tahun 1998, Amrus mendapatkan kebebasan kembali dan mulai aktif dalam berkarya. Pada tahun 2008, Amrus bersama dengan beberapa seniman yang sebelumnya aktif di Sanggar Bumi Tarung mengadakan Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran ini menjadi momen penting dalam mengangkat kembali karya-karya mereka dan menunjukkan eksistensi mereka setelah melalui masa kesulitan.

Kembali Aktif: Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia

Pada Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Amrus Natalsya bergabung dengan seniman-seniman lainnya yang sebelumnya aktif di Sanggar Bumi Tarung. Pameran ini melibatkan seniman-seniman berbakat seperti Djoko Pekik, Misbach Tamrin, Isa Hasanda, Adrianus Gumelar, Hardjija Pudjanadi, Sudiyono SP, Sabri Jamal, Dj. M. Gultom, Muryono, dan Sudjatmoko. Keterlibatan Amrus dalam pameran ini menunjukkan kebangkitan kembali karya-karya mereka dan eksistensi seniman-seniman yang pernah menjadi bagian dari pergerakan seni pada masa lalu.

Ikuti Kami :

Scroll to Top